Mengenal Adat "Ngampirne Weton" ala Masyarakat Puyung Trenggalek


Momen bertambahnya usia atau ulang tahun memang dimaknai beragam oleh masyarakat di seluruh dunia. Kebanyakan budaya yang ada di seluruh dunia, hari hulang tahun akan di rayakan, baik itu dengan kue, dengan makanan, dengan pesta dan lain-lain. Banyak pula budaya yang lebih menitik beratkan pada do'a, yaitu mendo'akan agar diberi keselamatan dan kemakmurah oleh Tuhan, nah kali ini saya akan membahas mengenai Ngampirne ton atau Weton ala masyarakat di Desa Puyung, Kecamatan Pule, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Bagi kebanyakan orang, umumnya ulang tahun itu dirayakan dengan melakukan potong kue, sambil diiringi nyanyian yang sudah melekat di fikiran kita semua, kadang kala lagu jamrud sambil diputar dan memang itu menjadi pengiring yang legend, sambil pula di beri berbagai hiasan yang meriah jika ulang tahun itu dirayakan resmi dengan orang banyak. Tren saat ini yang di lakukan anak muda yaitu melakukan kejutan kepada orang yang ulang tahun, biasanya diberi kue dengan lilin menyala dan disuruh meniupnya, jika jaman sekolah dulu bahkan yang ulnag tahun "dikerjai" dengan disiram air comberan, di kasih telur, di tabur tepung, diikat di pohon, tinggal kurang digoreng saja. hehe

Namun bagi masyarakat di Desa Puyung, acara ulang tahun ini di rayakan dengan cara berbeda, bahkan ini sudah dilakukan turun temurun sejak nenek moyang dulu, yaitu dengan acara yang dinamakan "Ngampirne Weton". Merupakan acara yang terdiri dari 2 suku kata, "Ngampirne" berarti menunaikan atau mengadakan atau merayakan, dan "Weton" Berarti Lahir atau hari lahir, sehingga bagi orang kota bisa di maknai sebagai perayaan ulang tahun.

Perbedaan yang mendasar dari ngampirne weton ini adalah acaranya dikemas secara hikmat, dan hidangan yang di sajikan juga penuh makna serta beragam bentuk, serta dihadiri oleh warga laki-laki di kampung dimana orang yang berulang tahun itu tinggal. Di puyung sendiri, masyarakat menghitung hari lahir itu berdasarkan penanggalan jawa, yang mengandung hari pasaran, dan wuku, misalnya saja Selasa Wage Galungan, ini bermakna hari lahirnya Selasa, hari pasarannya Wage dan Wuku nya Galungan, maka setiap bertemu hari itu maka akan dilakukan Ngampirne Weton.

Dan berikut adalah keunikan dari ngampirne weton:

1. Sajian yang dihidangkan (Ambeng)

Ilustrasi ambeng, sumb airasia.com

Acara ngampirne weton itu biasanya menggunakan hidangan makanan yang beragam dan unik, yang semuanya memiliki makna baik. Biasanya menggunakan nasi yang di padu dengan parutan kelapa yang di bumbui dan di masak dengan cara di dang atau di kukus, lalu di beri campuran tempe. Nasi dan parutan kelapa ini sudah di tata sedemikian ruma, dan banyaknya mengikuti jumlah undangan. Lalu untuk lauknya kalau telur, maka akan di rebus dan di taruh di atas piring tadi, Jika ayam, maka akan di masak secara khusus, biasanya ayam yang dipilih adalah ayam jantan, ayam betina tidak boleh digunakan. Ayam tersebut akan dimasak utuh, dengan cara di kukus, lalu di panggang tanpa bumbu apapun, lalu akan di tata secara utuh di taruh di wadah tersendiri, biasanya di letakkan di loyang besar dan bawahnya ada nasi gurih, yaitu nasi yang sudah di bumbui dengan santan dan garam. 
Selanjutnya ada buceng, yaitu nasi yang di bentung kerucut dan di letakkan di piring, itu ada beberapa. Kemudian ada Mule Metri, yaitu nasi yang di bentuk bulat seperti bola pingpong dan atasnya diberi taburan kelapa, Kemudian ada nasi yang di bentuk agak membulat lalu diatasnya di beri gula jawa. Lalu tidak lupa pula urap-urap, yaitu sayuran yang diberiu parutan kelapa yang di bumbui gurih agak pedas.
Yang terakhir dan selalu saya sukai dulu, dan ini khusus diminum oleh orang yang sedang di ampirne weton nya, yaitu Juruh Santan, adalah minuman yang terbuat dari santan segar dari parutan kelapa, lalu di padu dengan gula jawa, menurut saya ini yang paling enak dan biasanya di nantikan oleh anak-anak ketika di ampirkan wetonnya.


2. Do'a yang di panjatkan

Ilustrasi Berdo'a dalam Ngampirne weton

Ngampirne weton bukan hanya sekedar acara kumpul lalu makan bersama, tetapi intinya itu lebih kepada do'a. Biasanya tetua kampung akan memimpin do'a, dengan lantunan kata-kata berbahasa jawa yang intinya meminta keberkahan, sehat, dilancarkan rezeki, diberi keselamatan, kesehatan dan semuanya yang baik, untaian kata baik inilah yang disebut dengan "Ngajatne Ambeng". Untuk pemilihan katanya tidak sembarangan dan biasanya ini di dapat tetua kampung dari berguru di zaman dulu. Ada beberapa versi ngajatne ambeng, jika tetuanya lebih tua, dulu bahkan ada yang diulang sampai beberapa kali, dengan harapan akan lebih manjur atau mustajab. Terakhir jika tetua sudah selesai menyampaiakn do'anya, biasanya diakhiri dengan kata "Sedoyonipun" lalu hadirin yang datang menyahur dengan "Nggih" bersama-sama. Kemudian orang yg di percaya lebih paham tentang agama di kampung itu akan memimpin do'a secara islami, yaitu dengan berbagai doa'a, biasanya do'a selamat dan sebagainya, dan di aminkan oleh semua undangan ngampirne weton tersebut. Nah kata-kata aamiin inilah yang biasanya di sebutkan leh anak-anak kecil, jika menghadiri acara ini mereka biasa menyebut "aamiin-aamiin".


3. Waktu & Undangan yang Hadir

Ilustrasi : Undangan ngampirne weton

Undangan yang hadir di acara ngampirne weton yaitu tetangga yang dekat dengan kita, biasanya kalo di desa ya se kampung, misal kampung Kebon, ya warga satu kampung kebon tadi diundang, tapi hanya khusus untuk yang laki-laki saja, perempuan tidak diikutkan dalam undangan ini. Waktu yang dipilih aslinya bebas, bisa siang atau sore, tapi umumnya sore habis maghrib, ini karena dalam hitungan jawa, jika sore habis maghrib itu sudah masuk dalam hitungan waktu hari berikutnya, jadi akan tepat dengan hari dimana orang yang diampirne tadi lahir. Misal hari lahirnya selasa wage, maka perayaannya dilaksanakan pada hari senin habis magrib (malam selasa). Dan khusus untuk acara ini, kalau di daerah Puyung, makanan tidak di bawakan ke rumah undangan, tetapi harus dimakan di tempat. Jadi pernah pengalaman saya ke undangan begini berbarengan beberapa rumah salam satu kampung, ya kita harus makan beberapa kali pula, tentu sambil ngopi juga, karena habis makan pasti di suguhi teh atau kopi

Berikut adalah sedikit ulasan saya terkait dengan budaya Ngampirne Weton di desa Puyung, tentu bahasan ini hanya mengulik sedikit saja, masih banyak sekali keunikan yang belum sempat saya tulis disini. Memang budaya ini saat ini mulai tergerus dengan modernisasi, dimana generasi muda juga tidak mau mewarisinya, alhasil saya perkirakan 10-20 tahun kedepan budaya ini akan hilang, dan akan berganti kepada budaya potong kue yang sudah biasa dilakukan itu.



Komentar

Postingan Populer